Gadis yang tumbuh di rumah berhantu

2005, untuk pertama kalinya seorang gadis memulai petualangannya. Hidup berpindah - pindah dari rumah ke rumah. Rumah asing pertamanya, yang sangat besar karena itu bekas kantor. Usang dan tua. Di tengah pulau kecil “Ternate”, di ujung utara Indonesia. 

Baru saja tiba, ia hendak membeli permen di toko depan rumah asing yang akan jadi rumahnya, tapi tetangganya itu sudah berbisik soal rumah hantu. 

“Coba saja kamu periksa kamarmu, di sana ada lubang saluran air yg mengalir keluar, untuk tempat air keluar yang mengalir dari pemandian jenazah” Ucap tetangga terheran- heran, bagaimana bisa ada keluarga yang mau menempati bangunan itu. 

Gadis itu bergegas berlari ke kamar yg akan ia tempati. Kata ayahnya, sejatinya itu bukan kamar, melainkan ruang sidang yang dibuat bersekat-sekat dengan lemari agar menjadi ruang kamar yang banyak.  

Tibanya di kamar, Ia terduduk lemas, melihat lubang saluran air benar adanya. Untuk apa ada saluran air di ruang sidang sebuah kantor ataupun sebuah kamar bukan? 

Ayah menyampirinya sembari membereskan berkardus-kardus barang dari pemilik orang-orang sebelumnya. “Kenapa?” 

“Rumah ini berhantu. Ini ruangan bekas mandiin jenazah!” Wajahnya yg masih mungil sudah dipenuhi kerutan ketakutan.

Tapi kata ayah: “Tapi ini rumah kita sekarang bukan rumah hantu itu lagi” ayah menjawab enteng dan kembali mengangkat satu kerdus yang menarik perhatian gadis kecil itu. 

“Itu apa?” Gadis itu menjinjit melihat isi kardus yg ayahnya pegang. Majalah dengan karakter kelinci dan seorang putri berbaju pink. “Majalah kayaknya. Tp udh tua, udah menguning. Mau?” 

Ia mengangguk antusias, meraih satu majalah dari setumpukan, dengan perlahan karena bisa saja rontok seketika. Hari itu juga ia menghabiskan waktunya menulusuri majalah. Membaca bait tiap bait tentang kota lain, tentang dunia. Di luar batas pandangannya. 

Di rumah hantu itu. Ia menemukan buku pertamanya. Majalah bobo. Di rumah berhantu itu ia melihat hal baru tanpa perlu melihatnya dengan mata. Di rumah berhantu itu mimpinya terbangun. Melihat dunia dengan matanya. 


**** 
Benar kata ayah, rumah itu bukan milik si hantu lagi. Itu sekarang rumah kita. Ruang yang katanya bekas pemandian jenazah, kini kamar bermandi kehangatan orang-orang yang hidup di dalamnya. Halaman depan yang dipenuhi rerumputan menjalar, kini dipenuhi bunga-bunga cantik yang dirawat sepenuh hati oleh ibu. 

Ada pohon jambu besar di samping rumah. Kata tiap orang yang melewatinya, itu tempat berkumpulnya para arwah bergentayangan. Tapi itu kini tempat si gadis bertengger sembari memeluk majalah kesayangannya, melihat sebagian kota Ternate, yang dipenuhi pemandangan daratan menurun, lautan dan pelabuhan Ternate yang selalu sibuk dengan kapal-kapal yang besar. Tempat ia memejamkan mata mendengar suara bel kapal, membayangkan tiap penjelajahan yang ia temukan di majalah-majalahnya. Matanya saat itu hanya bisa melihat kota kecil Ternate, tapi mata pikirannya bisa melihat dunia. 


**** 


Kini ia telah tumbuh menjadi anak muda usia 20tahunan yang menulis tulisan ini di belahan benua lain dari rumah berhantu tempatnya tumbuh. 

Melihat koala dengan matanya, melihat Kangguru bukan sekedar membacanya lagi, menghirup udara benua Australia, bukan lagi menghirup aroma majalah usang. 

Namun tetap dengan kehidupannya, berpindah-pindah dari kota ke kota, dari negara ke negara, dari benua ke benua, untuk melihat dunia, dengan dirinya sendiri. Menelusuri imajinasi yang ia ciptakan dari rumah berhantu yang terbuang. 


**** 
Dan di blog ini dia akan mulai bercerita bagaimana perjalanannya, bagaimana pengalamannya, yang penuh kejutan, ketakutan, kenangan, keindahan, dan hal-hal menajubkan.

Komentar

Postingan Populer